TIGA TINGKATAN KAUM MUSLIMIN GOLONGAN MANAKAH KITA?
ثُمَّ اَوْرَثْنَا الْكِتٰبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَاۚ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖ ۚوَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌ ۚوَمِنْهُمْ سَابِقٌۢ بِالْخَيْرٰتِ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيْرُۗ
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan idzin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.
(Qs. Fâthir/35:32).
AL-QUR‘AN MERUPAKAN KEBENARAN DARI ALLAH عزوجل
Allah عزوجل mengabarkan bahwa Al-Qur‘ân yang diwahyukan kepada Rasul-Nya adalah kebenaran. Itu karena terdapat muatan al-haq di dalamnya. Hingga seolah-olah kebenaran itu hanya terbatas di dalamnya saja. Maka janganlah kalian merasa sempit dengannya. Muatan kebenaran yang terkandung di dalamnya memberikan pengertian bahwa seluruh perkara dan urusan yang telah ditunjukkan olehnya, dalam masalah ilahiyyat (aqidah tentang Allahk), perkara-perkara ghaib dan lainnya akan persis dengan kenyataan yang sebenarnya.
Al-Qur‘ân membenarkan kitab-kitab dan para rasul sebelumnya. Para rasul juga telah mengabarkan akan datangnya Al-Qur‘ân. Oleh sebab itu, tidak mungkin seseorang beriman kepada kitab-kitab tersebut, akan tetapi mengingkari Al-Qur‘ân. Pasalnya, pengingkarannya kepada Al-Qur‘ân bertentangan dengan keimanannya kepada kitab-kitab sebelumnya. Karena berita tentang Al-Qur‘ân telah termuat di dalam kitab-kitab tersebut. Ditambah lagi, keterangan-keterangan kitab-kitab sebelumnya bersesuaian dengan apa yang ada di dalam Al-Qur‘ân.
Misalnya, Allah memberi kepada masing-masing umat sesuatu yang sesuai dengan kondisinya. Dalam konteks ini, syariat-syariat yang berlaku pada zaman dulu tidak relevan kecuali untuk masa dan zaman mereka. Oleh karena itu, Allah senantiasa mengutuspara rasul, sampai akhirnya ditutup oleh Rasulullah Muhammad n . Beliau n datang dengan aturan syariat yang relevan untuk setiap tempat dan masa. Demikian ringkasan keterangan Syaikh as-Sa’di tentang ayat ke 31 dari surat Fâthir.1
TIGA GOLONGAN KAUM MUSLIMIN
ثُمَّ اَوْرَثْنَا الْكِتٰبَ الَّذِيْنَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَاۚ فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهٖ ۚوَمِنْهُمْ مُّقْتَصِدٌ ۚوَمِنْهُمْ سَابِقٌۢ بِالْخَيْرٰتِ بِاِذْنِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيْرُۗ
Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan idzin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.
(Qs. Fâthir/35:32).
Allah عزوجل mengabarkan betapa agung kemurahan dan kenikmatan-Nya yang telah dicurahkan kepada umat Muhammad صلى الله عليه وسلم . Pilihan Allah عزوجل kepadamereka, lantaran mereka umat yang sempurna dengan akalnya, memiliki pemikiran terbaik, hati yang lunak, dan jiwa yang bersih.2 Secara khusus, Allah عزوجل mewariskan kitab yang berisi kebenaran dan hidayah hakiki (Al-Qur‘ân) kepada mereka. Kitab suci yang juga telah memuat kandungan al-haq yang ada dalam Injil dan Taurat. Sebab, dua kitab tersebut sudah tidak relevan untuk menjadi hidayah dan pedoman bagi umat manusia, lantaran telah terintervensi oleh campur tangan manusia.3
Allah عزوجل mengklasifikasi orang-orang yang menerima Al-Qur‘ân, yaitu kaum muslimin menjadi tiga macam. Golongan pertama disebut zhâlim linafsihi. Golongan kedua disebut muqtashid. Jenis terakhir bergelar sâbiqun bil-khairât. Berikut penjelasan singkatnya.
- Golongan Pertama: (zhâlim linafsihi). Makna zhâlim linafsihi merupakan sebutan bagi orang-orang muslim yang berbuat taqshîr (kurang beramal) dalam sebagian kewajiban, ditambah dengan tindakan beberapa pelanggaran terhadap hal-hal yang diharamkan, termasuk dosa-dosa besar.4 Atau dengan kata lain, orang yang taat kepada Allah عزوجل , akan tetapi ia juga berbuat maksiat kepada-Nya. Karakter golongan ini tertuang dalam firman Allah عزوجل berikut:5
وَاٰخَرُوْنَ اعْتَرَفُوْا بِذُنُوْبِهِمْ خَلَطُوْا عَمَلًا صَالِحًا وَّاٰخَرَ سَيِّئًاۗ عَسَى اللّٰهُ اَنْ يَّتُوْبَ عَلَيْهِمْۗ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
Dan (ada pula) orang-orang lain yang mengakui dosa-dosa mereka, mereka mencampur-baurkan perkerjaan yang baik dengan pekerjaan lain yang buruk. Mudah-mudahan Allah menerima taubat mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(Qs. at-Taubah/9: 102).
- Golongan Kedua: (al-muqtashid). Orang-orang yang termasuk dalam istilah ini, ialah mereka yang taat kepada Allah عزوجل tanpa melakukan kemaksiatan, namun tidak menjalankan ibadah-ibadah sunnah untuk mendekatkan dirikepada Allah عزوجل . Juga diperuntukkan bagi orang yang telah mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan saja. Tidak lebih dari itu.6 Atau dalam pengertian lain, orang-orang yang telah mengerjakan kewajiban-kewajiban, meninggalkan perbuatan haram, namun diselingi dengan meninggalkan sejumlah amalan sunnah dan melakukan perkara yang makruh.7
- Golongan Ketiga: (sâbiqun bil-khairât). Kelompok ini berciri menjalankan kewajiban-kewajiban dari Allah عزوجل dan menjauhi muharramât (larangan-larangan). Selain itu, keistimewaan yang tidak lepas dari mereka adalah kemauan untuk menjalankan amalan-amalan ketaatan yang bukan wajib untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah عزوجل .8 Atau mereka adalah orang-orang yang mengerjakan kewajiban-kewajiban, amalan-amalan sunnah lagi menjauhi dosa-dosa besar dan kecil.9
Adalah merupakan sesuatu yang menarik, manakala Imam al-Qurthubi t mengetengahkan sekian banyak pendapat ulama berkaitan dengan sifat-sifat tiga golongan di atas. Sehingga bisa dijadikan sebagai cermin dan bahan muhasabah (introspeksi diri) bagi seorang muslim dalam kehidupan sehari-harinya; apakah ia termasuk dalam golongan pertama (paling rendah), tengah-tengah, atau menempati posisi yang terbaik dalam setiap sikap, perkataan dan tindakan.10
JANJI BAIK DARI ALLAH عزوجل KEPADA TIGA GOLONGAN ITU
Kemudian Allah عزوجل menjelaskan bahwa Dia عزوجل menjanjikan Jannatun-Na’im terhadap tiga golongan itu, dan Allah عزوجل tidak memungkiri janji-Nya. Allah عزوجل berfirman:
جَنّٰتُ عَدْنٍ يَّدْخُلُوْنَهَا يُحَلَّوْنَ فِيْهَا مِنْ اَسَاوِرَ مِنْ ذَهَبٍ وَّلُؤْلُؤًا ۚوَلِبَاسُهُمْ فِيْهَا حَرِيْرٌ
(Bagi mereka) surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya, di dalamnya mereka diberi perhiasan dengan gelang-gelang dari emas, dan dengan mutiara, dan pakaian mereka di dalamnya adalah sutera. (Qs. Fâthir/35:33)
Janji Allah عزوجل berupa Jannatun-Na’îm kepada semua golongan tersebut, digapai pertama kali – berdasarkan urutan pada ayat – oleh zhâlim linafsih. Hal tersebut menunjukkan bahwa ayat ini termasuk arjâ âyâtil-Qur‘ân. Yaitu ayat Al-Qur‘ân yang sangat membekaskan sikap optimisme yang sangat kuat pada umat. Tidak ada satu pun seorang muslim yang keluar dari tiga klasifikasi di atas. Sehingga ayat ini dapat dijadikan sebagai dasar argumentasi bahwa pelaku dosa besar tidak kekal abadi di neraka. Pasalnya, golongan orang kafir dan balasan bagi mereka, secara khusus telah dibicarakan pada ayatayat setelahnya (Fâthir/35 ayat 36-37).
Syaikh ‘Abdul-Muhsin al-Abbâd hafizhahullah berkata tentang ayat di atas: “Allah عزوجل mengabarkan tentang besarnya kemurahan dan kenikmatan dengan memilih siapa saja yang Dia kehendaki untuk masuk Islam dengan mencakup tiga golongan secara keseluruhan. Setiap orang yang telah memperoleh hidayah Islam dari Allah عزوجل , maka tempat kembalinya adalah jannah, kendati golongan pertama akan mengalami siksa atas perbuatan kezhaliman yang dilakukan terhadap dirinya sendiri”.11
Hal ini sangat berbeda dengan kondisi Ahlul Kitab. Mereka hanya terbagi menjadi dua kelompok, yakni golongan yang muqtashid dalam beramal, dan golongan kedua yang jumlahnya lebih dominan adalah orang-orang yang amalannya buruk. Allah عزوجل berfirman:
مِنْهُمْ اُمَّةٌ مُّقْتَصِدَةٌ ۗ وَكَثِيْرٌ مِّنْهُمْ سَاۤءَ مَا يَعْمَلُوْنَ ࣖ
… Di antara mereka ada golongan yang pertengahan. Dan alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka.
(Qs. al-Mâ‘idah/5:66).
MENGAPA ZHÂLIMUN LINAFSIHI DIDAHULUKAN PENYEBUTANNYA DALAM AYAT?
Mengapa golongan zhâlim linafsihi dikedepankan dalam memperoleh janji Jannatun-Na’iim dibandingkan dua golongan lainnya (al-muqatshid dan sâbiqun bil-khairât), padahal merupakan tingkatan manusia yang terendah dari tiga golongan yang ada?
Para ulama telah mencoba menganalisa penyebabnya. Sebagian ulama berpendapat, supaya golongan pertama itu tidak mengalami keputusasaan dari rahmat Allah عزوجل , dan golongan sâbiqun bil-khairat tidak silau dan terperdaya dengan amalan sendiri. Sebagian ulama lain menyatakan, alasan mendahulukan golongan zhâlimun linafsihi lantaran mayoritas penghuni surga berasal dari golongan itu. Sebab, orang yang tidak pernah terjerumus dalam perbuatan maksiat jumlahnya sedikit. Ini berdasarkan firman Allah عزوجل :
وَاِنَّ كَثِيْرًا مِّنَ الْخُلَطَاۤءِ لَيَبْغِيْ بَعْضُهُمْ عَلٰى بَعْضٍ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَقَلِيْلٌ مَّا هُمْۗ
… Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat zhalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang shalih; dan amat sedikitlah mereka ini… (Qs. Shâd/38:24)
Secara lebih luas, Imam al-Qurthubi t telah memaparkan pendapat-pendapat ulama yang lain dalam kitab tafsirnya.12
PELAJARAN DARI AYAT
- Tingginya kemuliaan umat Muhammadb dengan memperoleh anugerah kitab Al-Qur‘an yang memuat kebenaran dan hidayah kitab Injil dan Taurat.
- Luasnya rahmat Allah عزوجل bagi umat Nabi Muhammad n
- Kaum muslimin terbagi menjagi tiga tingkatan dalam beramal.
- Pentingnya berlomba-lomba dalam kebajikan.
- Orang yang berbuat dosa selain kufur dan syirik tidak kekal di neraka.
- Penjelasan mengenai kenikmatan penghuni surga. Wallahu a’lam.
Marâji‘:
- Aisarut-Tafâsîr, Abu Bakar Jâbir al-Jazâiri, Maktabah ‘Ulum wal-Hikam, Madinah.
- Adhwâ-ul Bayân fi Îdhâhil-Qur‘ân bil-Qur‘ân, Muhammad al-Amin asy-Syinqîthi, Maktabah Ibnu Taimiyyah, Mesir, 1415 H – 1995 M.
- Al-Jâmi li Ahkâmil-Qur‘ân (Tafsir al-Qurthubi), Abu ‘Abdillah Muhammad bin Ahmad al-Anshâri al-Qurthubi, Tahqîq: ‘Abdur-Razzâq al-Mahdi, Dârul-Kitâbil-’Arabi, Cetakan IV, Tahun 1422 H – 2001 M.
- Jâmi’ul-Bayân ‘an Ta`wil Ay Al-Qur`ân, Abu Ja’far Muhammad bin Jarir ath-Thabari, Dâr Ibnu Hazm, Cetakan I, Tahun 1423 H – 2002 M.
- Kutub wa Rasâ‘il, Min Kunûzil-Qur‘anil-Karîm, ‘Abdul-Muhsin al-Abbâd al-Badr.
- Tafsîrul-Qur‘ânil-’Azhîm, al-Hafizh Abul-Fida Isma’îl bin ‘Umar bin Katsîr al-Qurasyi, Dârul Hadîts Kairo 1426H-2005M.
- Taisîrul-Karîmir-Rahmân, ‘Abdur-Rahmân bin Nâshir as-Sa’di, Dârul-Mughni, Riyadh, Cet. I, Th. 1419 H – 1999 M.
Footnote:
1 Taisîrul-Karîmir-Rahmân, 689.
2 Ibid., 689.
3 Al-Aisar, 2/1061-1062.
4 Tafsîrul-Qur‘ânil-’Azhîm (6/568), al-Aisar (1062).
5 Adhwâul Bayân (6/164).
6 ibid
7 Tafsîrul-Qur‘ânil-’Azhîm, 6/568,
8 Adhwâul Bayân ( 6/164)
9 Al-Aisar, 2/1062.
10 Silahkan lihat al-Jâmi li Ahkâmil-Qur‘ân, 14/302-303.
11 Kutub wa Rasâ‘il, Min Kunûzil-Qur‘anil-Karîm, 1/282.
12 Silahkan lihat Al-Jâmi li Ahkâmil-Qur‘ân, 14/304.
Edisi 08 Tahun XII 1429H/2008M.pdf
Artikel asli: https://majalahassunnah.net/artikel/tiga-tingkatan-kaum-muslimin-golongan-manakah-kita/